INFO MENARIK

SELAGI MUDA, BELAJARLAH SKILL JUALAN, SERIUS. INI PENTING BANGET. APA PUN PEKERJAAN YANG INGIN KAMU TEKUNI NANTI

MATHEMATIC BELIEF, SELF REGULATED LEARNER AND MATHEMMTIC DISPOSITION

MATHEMATIC BELIEF, SELF REGULATED LEARNER AND MATHEMMTIC DISPOSITION

Mathematical beliefs sangat penting dalam proses pembelajaran matematika, karena dengan memiliki mathematical beliefs siswa dapat memiliki kemampuan diri untuk mengevaluasi dirinya sendiri serta dapat mengerjakan tugas matematika.

MATHEMATIC BELIEF

Untuk PPT bisa Download di sini !

https://iphincow.com/2014/05/08/filosofi-matematika/

Berdasarkan Chapman Diwidjajanti (2009), keyakinan yang ditunjukkan pada sesuatu yang dianggap sebagai hal yang benar oleh seseorang, dari pengalaman nyata atau imajinasi. Sejalan dengan pendapat tersebut, Pehkonen dalam Moscucci (2007) mendefinisikan keyakinan sebagai, “suatu pengetahuan subjektif individu dan emosi mengenai objek dan hubungannya, dan biasanya didasarkan pada pengalaman pribadinya”. Cooper dan Gaugh dalam Sugiman (2009) mengatakan bahwa kepercayaan sebagai keyakinan seseorang sedalam-dalamnya terhadap suatu objek yang mencakup beberapa struktur kognitif (Fahrudin & Hatima, 2021).

Kata belief berasal dari bahasa inggris yang artinya kepercayaan atau keyakinan. Belief, dalam kamus oxford, diartikan sebagai (Isharyadi dan Deswita, 2017: 2): 1) Penerimaan bahwa sesuatu ada atau benar, terutama yang tanpa bukti, 2) Perasaan yang kuat tentang keberadaan sesuatu, 3) Percaya bahwa sesuatu itu baik atau benar. Dalam bahasa sehari-hari, istilah “keyakinan” atau belief sering disamaartikan dengan istilah sikap (attitude), disposisi (disposition), pendapat (opinion), filsafat (philosopy), atau nilai (value). OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) dalam Isharyadi (2017: 2) menyatakan Beliefs siswa menggambarkan keyakinan subjektif siswa, hal ini dilihat dari seberapa baik siswa melakukan matematika dalam kehidupannya dan bagaimana peran individu dalam mengembangkan keterampilan dan kompetensi matematika. Berdasarkan kinerja siswa yang diperoleh sebelumnya, beliefs siswa mempengaruhi bagaimana fungsi siswa ketika berhadapan dengan masalah matematika, dan bagaimana siswa memilih dan memutuskan sesuatu dalam hidupnya. (Isharyadi & Deswita, 2017).

Mathematical beliefs sangat penting dalam proses pembelajaran matematika, karena dengan memiliki mathematical beliefs siswa dapat memiliki kemampuan diri untuk mengevaluasi dirinya sendiri serta dapat mengerjakan tugas matematika. Sejalan dengan itu Mc Leod dalam Firmansyah (2014: 59) menyatakan bahwa “belief have strong relationship to both affective and cognitive processes that are important in mathematics education”. Berarti bahwa keyakinan, sikap, dan nilai tampaknya terhubung secara logis, maksudnya adalah belief matematika merupakan suatu kesatuan dengan sikap dan nilai. Semuanya terhubung dan tidak bisa dipisahkan, saling inheren bukan suatu paradoks dan saling bertentangan, mereka selaras dalam keadaan saling meningkatkan kualitas masing-masing.

Menurut Firmansyah (2017: 60) Belief matematika siswa dipengaruhi oleh individu tersebut dan lingkungannya, terutama lingkungan dalam pembelajaran matematika, tetapi setiap siswa sebelumnya telah memiliki modal pengetahuan ini karena timbul begitu saja dalam diri. Pada situasi ini komunikasi matematik dapat berperan positif bagi perkembangan belief siswa, dimana perannya sebagai penghantar aktif perasaan antar individu dalam interaksi sosial.

DeBellis & Goldin dalam Himmah (2017: 50) menyatakan bahwa representasi dari domain afektif dapat dibedakan dalam subdomain tertentu yaitu: emosi, sikap, keyakinan (belief), nilai, etika, dan moral. Aspek-aspek tersebut diyakini terdapat kaitan terhadap prestasi siswa. Dalam lingkungan belajar, beliefs siswa dapat memberikan ide-ide dalam belajar sehingga siswa dapat berprestasi. Dalam proses belajar, beliefs siswa tentang sifat matematika dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pembelajaran matematika adalah dua komponen yang selalu menjadi perhatian pendidik matematika. Beliefs matematik siswa secara bertahap berkembang sejak siswa mulai belajar matematika, dan memiliki pengaruh besar pada kegiatan pembelajaran matematika serta prestasi siswa (Jin Et Al dalam Himmah, 2017: 50).

Berdasarkan uraian teori-teori di atas, maka mathematical beliefs adalah keyakinan (dorongan) seseorang dalam mengawali proses kognitifnya dalam kegiatan pembelajaran matematika yang mencakup beliefs siswa terhadap matematika sebagai mata pelajaran dan beliefs siswa terhadap pengajaran matematika.


SELF REGULATED LEARNER

Untuk PPT bisa Download di sini !

Badan Standar Nasional Pendidikan menyebutkan bahwa cita-cita bangsa Indonesia adalah menjadi bangsa yang sejahtera, terhormat, dan setara dengan bangsa lain. Untuk mencapai cita-cita tersebut diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas. Ciri dari sumber daya manusia yang berkualitas adalah manusia yang mampu mandiri, berkemauan dan berkemampuan. Manusia yang mandiri dan berkemampuan dapat dibentuk melalui sektor pendidikan, yaitu dengan membentuk siswa yang memiliki kemandirian belajar, dan salah satu cara membentuk kemandirian belajar adalah dengan meningkatkan self regulation pada diri siswa (Dinata, 2016).

Siswa yang memiliki kemampuan self- regulated learning yang baik disebut dengan self-regulated learner. Self-regulated learner mempunyai strategi pengorganisasian informasi yang baik dalam menerima materi pembelajaran. Mereka biasanya memiliki catatan yang rapi dan lengkap sehingga materi menjadi mudah untuk dipelajari. Self-regulated learner cenderung mengontrol perilaku belajarnya sendiri, seperti mengatur waktu dan lingkungan belajarnya sendiri, serta memiliki pengelolaan emosi yang baik seperti membangkitkan usaha ketika menghadapi kegagalan. (Ruliyanti, 2014) (Dinata, 2016).

Terdapat tiga aspek dalam self- regulated learning yang mampu meningkatkan performa siswa di dalam kelas. Pertama, kemampuan siswa menerapkan strategi metakognitif untuk merencanakan, memonitor, dan memodifikasi kognisinya. Kedua, kemampuan siswa mengontrol upayanya untuk menyelesaikan berbagai tugas di dalam kelas, dalam hal ini termasuk menangkal hambatan seperti gangguan lingkungan. Ketiga, mempertahankan kognisinya agar tetap fokus pada tugas. Ketiga hal tersebut penting untuk menyusun strategi kognitif yang diterapkan siswa untuk belajar, mengingat dan memahami materi pelajaran. (Pintrich & De Groot, 1990) (Dinata, 2016).

Zimmerman & MartinezPons (2001) mendefinisikan self regulated learning sebagai tingkatan dimana siswa secara aktif melibatkan metakognisi, motivasi, dan perilaku dalam proses belajar. Self regulated learning juga didefinisikan sebagai bentuk belajar individual dengan bergantung pada motivasi belajar mereka, secara otonomi mengembangkan dan pengukuran (kognisi, metakognisi, dan perilaku), dan memonitor kemajuan belajarnya (Baumert et al., 2002). Self regulated learning mengintegrasikan banyak hal tentang belajar efektif. Pengetahuan, motivasi, dan disiplin diri atau volition (kemauandiri) merupakan faktor- faktor penting yang dapat mempengaruhi self regulated learning (Woolfolk, 2008). Self-regulated.

Self-regulated learning terdiri atas motivasi dan learning strategies. Motivasi terdiri atas: 1) Intrinsic goal orientation, 2) Extrinsic goal orientation, 3) Task value, 4) Control of learning beliefs, 5) Self-effi cacy for learning and performance, dan 6) Test anxiety. Sedangkan learning strategies dapat berupa: 1) Rehearsal, 2) Elaboration, 3) Organization, 4) Critical thinking, 5) Metacognitive self-regulation, 6) Time and study environment, 7) Effort regulation, 8) Peer learning, dan 9) Help seeking (Sungur, S. and Tekkaya, C.: 2006).

Zimmerman (1989) mengembangkan langkah-langkah dalam mencapai regulasi diri sebagai berikut : 

a. Observasi Diri (memonitor diri sendiri), ketika observasi dilakukan akan menghasilkan persepsi tentang kemajuan, hal itu dapat memotivasi seseorang untuk meningkatkan kinerjanya dengan mengubah apa yang telah dilakukannya. Sebelum individu mengubah tingkah lakunya, ia harus terlebih dahulu menyadari tingkah lakunya. Hal ini melibatkan kegiatan memantau atau memonitor tingkah laku dirinya. Semakin sistematis individu memantau tingkah lakunya, maka semakin cepat individu sadar akan apa yang dilakukannya. 

b. Evaluasi Diri (menilai diri sendiri), pada tahap ini siswa menentukan apakah tindakan yang dilakukan sesuai dengan yang diinginkan, yaitu sesuai dengan standar pribadi individu tersebut. Standar pribadi berasal dari informasi yang diperoleh individu dari orang lain. Siswa membandingkan kinerja seseorang dengan suatu standar akan memberikan informasi tentang kemajuan yang telah dicapai. Dengan melakukan penilaian diri, siswa dapat menentukan apakah tindakannya berada pada jalur yang benar. 

c. Reaksi Diri (mempertahankan motivasi internal), pada tahap ini siswa menciptakan dorongan untuk perilaku diri sendiri, mengakui dan membuktikan kompetensi yang dimiliki, kemudian merasa puas dengan diri sendiri sehingga dapat meningkatkan minat dalam mengerjakan sesuatu. Sementara menurut North Central Regional Educational Laboratory (NCRL), tiga strategi metacognitive self-regulation yang dapat dikembangkan untuk meraih kesuksesan belajar siswa, yaitu:

  • Tahap merencanakan belajar, meliputi proses memperkirakan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas belajar, merencanakan waktu belajar dalam bentuk jadwal serta menentukan skala prioritas dalam belajar, mengorganisasikan mengorganisasikan materi pelajaran, mengambil langkah-langkah yang sesuai untuk belajar dengan menggunakan berbagai strategi belajar (outlining, mind mapping, speed reading, dan strategi belajar lainnya).
  • Tahap proses sadar belajar, meliputi proses untuk menetapkan tujuan belajar, mempertimbangkan sumber belajar yang akan dan dapat diakses (contoh: menggunakan buku teks, mencari buku sumber di perpustakaan, mengakses internet di lab. komputer, atau belajar di tempat sunyi), menentukan bagaimana kinerja terbaik siswa akan dievaluasi, mempertimbangkan tingkat motivasi belajar, menentukan tingkat kesulitan belajar siswa.
  • Tahap monitoring dan refleksi belajar, meliputi proses merefleksikan proses belajar, memantau proses belajar melalui pertanyaan dan tes diri (self-testing, seperti mengajukan pertanyaan, apakah materi ini bermakna dan bermanfaat bagi saya?, bagaimana pengetahuan pada materi ini dapat saya kuasai?, mengapa saya mudah/sukar menguasai materi ini?), menjaga konsentrasi dan motivasi tinggi dalam belajar.
Siswa‐siswa yang belajar dengan regulasi diri dapat diistilahkan sebagai siswa ’ahli’. Siswa ahli mengenal dirinya sendiri dan bagaimana mereka belajar dengan sebaik‐baiknya. Mereka mengetahui gaya pembelajaran yang disukainya, apa yang mudah dan sulit bagi dirinya, bagaimana cara mengatasi bagian-bagian sulit, apa minat dan bakatnya, dan bagaimana cara memanfaatkan kekuatan/ kelebihannya (Woolfolk, 2008). Mereka juga tahu materi yang sedang dipelajarinya; semakin banyak materi yang mereka pelajari semakin banyak pula yang mereka ketahui, serta semakin mudah untuk belajar lebih banyak (Alexander, 2006). Mereka mungkin mengerti bahwa tugas belajar yang berbeda memerlukan pendekatan yang berbeda pula. Merekapun menyadari bahwa belajar seringkali terasa sulit dan pengetahuan jarang yang bersifat mutlak; biasanya ada banyak cara yang berbeda untuk melihat masalah dan ada banyak macam solusi (Pressley, 1995; Winne, 1995).

Kesimpulan

Kajian ini dapat disimpulkan untuk membangun kemandirian bangsa dalam menjawab tantangan abad 21 melalui self regulated learning memberikan dampak positif salah satunya terbangunnya kemandirian belajar siswa karena membantu mengarahkan siswa pada kemandirian belajar, yakni mengatur jadwal belajar, menetapkan target belajar dan mencari informasi yang dibutuhkan secara mandiri yang mampu meningkatkan kesadaran akan pentingnya sumber daya manusia yang produktif dan mampu bersaing dengan negara lain.

 

MATEMATIKA DISPOSITION

Untuk PPT bisa Download di sini !

Disposisi dalam konteks matematis berkaitan dengan bagaimana siswa memecahkan masalah matematika, apakah percaya diri, tekun, tertarik, dan berpikir luwes untuk mengeksplorasi berbagai alternatif pemecahan masalah. Disposisi matematis berkaitan dengan cara siswa bertanya, menjawab pertanyaan, mengkomunikasikan ide-ide matematika, bekerja dalam kelompok, dan memecahkan masalah matematika. Disposisi secara matematis menurut NCTM (1989) sebagai kecenderungan untuk berpikir dan bertindak positif. Senada dengan NCTM, Sumarmo (2010) berpendapat bahwa disposisi matematis adalah keinginan, kesadaran, kecenderungan dan dedikasi yang kuat kepada siswa untuk berpikir dan melakukan sesuatu secara matematis dengan cara yang positif. (Hutajulu et al., 2019).

Kilpatrick, Swafford, & Findell (2001), disposisi matematis adalah kecenderungan untuk memandang matematika sebagai sesuatu yang dapat dipahami, merasa matematika sebagai sesuatu yang berguna, percaya pada usaha yang tekun dan ulet dalam belajar matematika akan membuahkan hasil, berbuat sebagai pembelajar yang efektif dan pelaku matematika itu sendiri. Polking (Hendriana & Sumarmo, 2014), menyatakan bahwa disposisi matematika menunjukkan: (1) percaya diri dalam menggunakan matematika, memecahkan masalah, memberikan alasan dan mengkomunikasikan ide; 2) fleksibilitas dalam menyelidiki ide-ide matematis dan berusaha mencari alternatif dalam memecahkan masalah; (3) rajin mengerjakan tugas matematika; (4) minat, rasa ingin tahu, dan daya temu dalam mengerjakan tugas matematika; (5) cenderung memantau, mencerminkan kinerja dan penalarannya sendiri; (6) menilai penerapan matematika pada situasi lain dalam matematika dan pengalaman sehari-hari; (7) penghayatan peran matematika dalam budaya dan nilai, matematika sebagai alat, dan sebagai bahasa. Berdasarkan penjelasan disposisi matematis di atas, dapat disimpulkan bahwa disposisi matematis adalah kecenderungan yang kuat bagi siswa untuk dapat melakukan berbagai kegiatan matematika sehingga dapat menyelesaikan masalah matematika secara efektif dan efisien. Menurut Sumarmo disposisi matematis adalah keinginan, kesadaran dan dedikasi pada siswa untuk mempelajari matematika dan melakukan berbagai kegiatan matematika. Adapun untuk mengukur disposisi matematis siswa diperlukan beberapa indikator.12 Menurut Kilpatrick, dkk untuk mengukur disposisi matematis siswa indikator yang digunakan adalah (a) menunjukkan semangat/antusiasme dalam belajar matematika, (b) menunjukkan perhatian serius dalam pembelajaran  matematika, (c) menunjukkan ketekunan dalam menghadapi masalah (d) menunjukkan kepercayaan diri dalam belajar dan memecahkan masalah, (e) menunjukkan rasa ingin tahu yang tinggi (f) menunjukkan kemampuan untuk berbagi dengan orang lain(Saputra, 2022). 
Secara umum, disposisi adalah kecenderungan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, merupakan aspek motivasi (Zidniyati, 2007). Disposisi matematis mengacu tidak hanya pada sikap tetapi kecenderungan untuk berpikir dan bertindak secara positif terhadap matematika sebagai sesuatu yang logis, berguna dan bermanfaat (NCTM, 1989; Syaban, 2008). Disposisi matematis memiliki beberapa aspek, yaitu: percaya diri, keluwesan, kemauan untuk tekun, minat, kecenderungan untuk memantau dan merefleksikan, menilai penerapan matematika, dan apresiasi terhadap peran matematika (NCTM, 1989). Beberapa aspek lain yang juga penting dikenal sebagai aspek afektif ditambahkan dalam penelitian ini, aspek-aspek tersebut adalah: sikap atau predisposisi, konsep diri, dan moral (Diknas, 2008). Semua aspek tersebut akan tampak dalam setiap aspek kegiatan matematika siswa (Saija, 2012)

 Baca Juga :

Tombole Makanan Khas Bakar Batu dari Binongko

Penyembelihan Hewan Qurban IKBW

Alumni MAN 2013 Berbagi Hewan Qurban

 

 

 

 


About Mukmin Amsidi

Mukmin Amsidi, was born in Kalabahi, precisely in Teluk Mutiara sub-district, Alor district, on October 12, 1994. The first literary work/book that was created was the Memorial Book 58 IMM while the author is taking Advanced Masters in Mathematics Education at Ahmad Dahlan University until now. Be a Muslim, and live on Jalan Hasanudin No.10. RT 12 RW 04 . Binongko Village. Pearl Bay District. Alor Regency. NTT. Hobby Fitness is reading and experimenting.

0 Reviews :